Tahukah anda berapa dana yang dianggarkan untuk pengadaan dan distribusi bahan ujian nasional 2013 ini? Balitbang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menganggarkan sebesar 94,8 miliar! Besar? Iya, apalagi jika anggaran sebesar itu digunakan hanya sebagai anggaran pengadaan dan distribusi bahan UN SMP dan SMA/sederajat saja. UASBN untuk SD/MI tidak tercover oleh anggaran tersebut.
Menurut Uchok Sky Khadafi (Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi), seharusnya pihak Balitbang Kemendikbud bisa menghemat anggaran lebih besar. Memang dana yang dialokasikan untuk kepetingan tersebut sebenarnya adalah Rp. 120,4 miliar, sehingga sudah ada penghematan sebesar Rp 25,6 miliar. Mengapa seharusnya bisa lebih hemat? Karena selama proses tendernya, ada yang menawarkan harga lebih rendah.
Contohnya, pengadaan dan distribusi bahan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, SMK, Paket A/Ula, Paket B/Wusta, Paket C, dan Paket C Kejuruan tahun pelajaran 2012/2013 untuk paket 2. Paket itu dimenangkan oleh PT PB dengan nilai penawaran Rp 14,5 miliar. Padahal, kata dia, ada tiga perusahaan lain yang menawar lebih rendah, yakni PT P sebesar Rp 13,2 miliar, PT JTP Rp 13,3 miliar, dan PT GIP Rp 14,4 miliar.
Kemudian juga untuk paket 3 dimenangkan oleh PT GIP dengan nilai penawaran sekitar Rp 22,4 miliar. Padahal, ada tiga perusahaan lain yang menawarkan lebih rendah, yakni PT AI sebesar Rp 17,1 miliar, PT JTP Rp 21,1 miliar, dan PT BDP Rp 21,6 miliar. Hal sama terjadi untuk paket 4,5, dan 6.
Pada tahun lalu, anggaran yang dipatok juga terlalu mahal. Balitbang Kemendikbud hanya bisa menghemat Rp 19,7 miliar dari total alokasi anggaran sebesar Rp 130,6 miliar. Jika melihat proses lelang penghematan bisa mencapai Rp 46,9 miliar, begitu yang disampaikan oleh Uchok. Pendidikan di negeri kita sudah carut marut, dan semua ada kemungkinan di korup.
Fitra berharap DPR meminta pertanggungjawaban Balitbang Kemendikbud terkait terlalu mahalnya pengadaan dan distribusi bahan UN yang diduga ada indikasi mark up harga. Sumber: Kompas, image credit: Merdeka